Selasa, 29 November 2016

PENGERTIAN KONSELING KOGNITIF BEHAVIOR




A. PENGERTIAN KONSELING KOGNITIF BEHAVIOR

Menurut Gerald Corey, konseling perilaku (konseling Behavior) adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Penerapan prinsip-prinsip belajar ini berakar pada teori pengkondisian klasik dari Ivan Pavlov maupun teori pengkondisian operan dari B.F. Skinner.
Konseling Kognitif Perilaku, merupakan penggabungan teknik-teknik dari perspektif perilaku dengan teknik-teknik dari perspektif kognitif, karena dalam perkembangannya para praktisi teori konseling perilaku menyadari, adanya keterbatasan dalam teori-teori belajar dan mengakui peran kognisi, dalam mempengaruhi perilaku.
Menurut Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Matson & Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior Therapy yaitu, pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya berkaitan dengan positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan happy thinking.Terapi tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka dapat disimpulkan bahwa CBT adalah pendekatan konseling, yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis.
CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak dan memutuskan kembali. Sedangkan pendekatan pada aspek behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan merespon masalah.
B. Prinsip-prinsip Konseling Kognitif Behavior

Pemahaman terhadap prinsip-prinsip terapi ini akan mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik Konseling kognitif behavior.
Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT (Cognitive Behavior Therapy) berdasarkan kajian yang diungkapkan Beck (2011),
1.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
2.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
3.      Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
4.      Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan.
5.      Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.
6.      Cognitive Behavior Therapy merupakan Edukasi, bertujuan untuk mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan menekankan pada pencegahan
7.      Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.
8.      Sesi Cognitive Behavior yang terstruktur.
9.      Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.
10.  Cognitive Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan dan tingkah laku.

C. Teknik-teknik Terapi Konseling Kognitif Behavior

a.      Operant Conditioning
Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan menggunakan teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal.
b.       Flooding
Flooding adalah kebalikan dari systematic desensitization. Flooding menekankan kepada maksimalisasi kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo flooding, yang sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi Agoraphobics. Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan seorang konseli merasa stress.

c.      Assertivness dan Social Skill Training
Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-kognitif di uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang berpengaruh terhadap konseli.

d.       Participant Modeling
Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik, yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku konseli dengan cara pujian.

e.       Self Control Procedures
Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri. Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan terdapat penguatan jangkan panjang secara natural. Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:
1.      Meminta konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya
2.      Meminta kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai
3.      Melaksanakan treatment

f.       Contigency Contracting
Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.

g.      Cognitive Restructuring
Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.
D. Peran dan Fungsi Konselor

Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi dari konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai petunjuk, konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang dialami oleh konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan situasi ketika masalah itu terjadi.
Pada saat konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif behavioral sangat jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu cemas sebelum ujian?” atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang konselor lebih suka menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”, “dimana”, dan “apa”, ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari masalah konseli.
Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseling.

F. KONSELING KLINIKAL

Secara konseptual konseling klinikal sebenarnya telah mulai dirintis oleh Donal G. Paterson pada tahun 1920, dia memusatkan penelitiannya atau studi terutama berpusat pada perbedaan individu dan pengembangan tes. Walaupun demikian, istilah konseling klinikal sering dikaitkan dengan nama Edmund Griffith Wiliamson yang populer dengan konseling direktifnya. Tujuan utama konseling direktif Williamson adalah membantu klien mengganti tingkah laku emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional. Lepasnya tegangan-tegangan (tension) dan diperolehnya insight dipandang sebagai suatu hal yang urgen.
Konseling Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan (vocational counseling), yang menitik beratkan pada kesesuaian pendidikan dengan jabatan (vocational). Konseling jabatan pertama-tama dirintis dan diperkenalkan oleh Frank Parson (1909) yang menekankan kepada tiga aspek penting diantaranya, ialah:
(1). Pemahaman yang jelas tentang potensi – potensi yang dimiliki individu termasuk di dalamnyaialah tentang bakat, minat, kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya,
(2). Pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan, dan tentang prospek dari berbagai jenis  pekerjaan atau jabatan atau karier,
(3). Penyesuaian yang tepat antara kedua aspek tersebut.

G. Alat Pengumpulan Data dalam Konseling Klinikal
A.   Teknik Observasi
(a). Pengertian observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki.
Observasi itu sendiri mempunyai pengertian yang sempit dan juga pengertian yang luas. Dalam arti yang sempit observasi berarti mengamati secara langsung terhadap gejala yang ingin diselidiki. Sedangkan observasi dalam arti luas berarti mengamati secara langsung maupun tidak langsung gejala yang diselidiki.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa observasi adalah proses mengamati tingkah laku siswa dalam situasi tertentu. Situasi yang dimaksud dapat berupa situasi yang sebenarnya (alamiah) dan bisa situasi yang diciptakan (eksperimental).
Alat pengumpul data yang dapat digunakan dalam melakukan observasi ialah menggunakan catatan anekdot (blanko observasi). Blanko observasi dapat digunakan oleh pembimbing sebagai alat bantu dalam mencatat dan mendeskripsikan tingkah laku siswa yang sedang diamati.
Hal yang perlu diperhatikan dalam observasi oleh pembimbing ialah mencatat hanya apa yang nyata terjadi, dan tidak mencapur adukkan dengan berbagai komentar atau interpretasinya terhadap tingkah laku siswa yang diamatinya.

(b). Fungsi observasi dalam konseling
Dalam proses hubungan konseling, konselor bertatap muka dengan klien (siswa). Dalam hubungan ini biasanya dipergunakan secara bersamaan dua teknih yaitu observasi dan interview. Informasi tentang diri klien didapatkan melalui interview dengan klien itu sendiri, atau juga berdasarkan informasi yang diperoleh dari orang lain secara langsung mengenai diri klien.
Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi dari observasi dalam kaitannya dengan konseling disamping untuk memperoleh gambaran dan pengetahuan serta pemahaman tentang diri klien, juga berfungsi untuk menunjang untuk melengkapi bahan-bahan yang diperoleh melalui interview (wawancara).
(c). Jenis-jenis teknik observasi
Para ahli sering mengelompokkan jenis-jenis observasi sesuai dengan tujuan dan lapangannya. Marie Jahoda dkk., dalam bukunya berjudul:
 “Research Methods in Social Relation (1957), mengelompokkan teknik observasi atas tiga macam, yaitu: “Participant observation, systemic observation, and observation in standardized experimental or test situation.”
Observasi partisipasi umumnya dipergunakan untuk penelitian yang bersifat eksploratif. Suatu observasi disebut observasi partisipasi bila observer turut mengambil bagian dalam kehidupan observasi.
Observasi sistemik sering pula diberinama observasi berkerangka. Sebelum mengadakan observasi terlebih dahulu dibuat kerangka tentang berbagai faktor dan ciri-ciri yang akan diobservasi.
Observasi eksperimental ialah suatu observasi yang memiliki ciri-ciri yaitu:
(1). Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observer tida mengetahui diadakannya observasi.
(2). Dibuat variasi situasi untuk menimbulkan tingkah laku tertentu.
(3). Observasi diadakan pada situasi yang seragam.
(4). Situasi ditimbulkan atau dibuat sengaja.
(5). Faktor-faktor yang tidak diinginkan pengaruhnya dikontrol secermat mungkin .
(6). Segala aksi reaksi dari observasi dicatat dengan teliti dan cermat.

(d). Beberapa alat pembantu observasi
Alat pencatat observasi sering juga disebut pedoman observasi, yang perlu dipersiapkan sebelumnya dan dengan sebaik-baiknya. Beberapa alat pembantu observasi diantaranya:
(1). Catatan anekdot
Catatan anekdot adalah menggambarkan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam situasi seperti adanya. Ada tiga catatan anekdot diantarnya sebagai berikut:
(a). Catatan anekdot tipe deskriptif
Ialah suatu catatan anekdot yang menggambarkan tingkah laku yang terjadi tanpa dibarengi oleh komentar atau interpretasi konselor.
(b). Catatan anekdot tipe interpretatif
Ialah suatu catatan anekdot yang menggambarkan tingkah laku nyata yang terjadi tanpa disertai interpretasi konselor terhadap tingkah laku tersebut.
(c). Catatan anekdot tipe evaluatif
Ialah suatu catatan anekdot yang mendeskripsikan tingkah laku yang dapat dipergunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan tingkah laku klien yang bersangkutan.

(2). Daftar cek
(a). Pengertian daftar cek
Merupakan suatu daftar yang mengandung atau mencatat faktor-faktor yang ingin diselidiki atau diamati, yang berisi aspek-aspek yang mungkin terdapat dalam suatu situasi, tingkah laku maupun kegiatan individu yang sedang diamati.
(b). Fungsi daftar cek
Fungsi daftar cek berkaitan dengan proses konseling adalah sebagai alat pencatat hasil observasi situasi, tingkah laku, ataupun kegiatan individu yang diamati.
(c). Manfaat daftar cek
Daftar cek bermanfaat untuk mendapatkan faktor-faktor yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
(d). Karakteristik daftar cek yang baik
o  direncanakan secara sistematis
o  sesuai dengan yang ingin dicapai atau yang dirumuskan terlebih dahulu
o  berupa format yang efisien dan efektif
o  dapat diperiksa validitas, reliabilitas, dan ketepatannya
o  hasil pengecekan diolah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
o  bersifat kuantitatif

B.   Teknik Komunikasi
Berkaitan dengan pengumpulan data dalam konseling, maka salah satu prinsip dalam komunikasi adalah konselor mengkomunikasikan maksud pengumpulan data kepada klien. Mengkomunikasikan hal semacam ini tidak dapat dilakukan dalam observasi. Alat-alat pengumpulan data yang dapat digunakan dalam teknik komunikasi dapat berupa testing maupun non testing.
(a). Jenis-jenis pengumpulan data non-testing
(1). Wawancara
Ialah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab antara interviewer (penanya) dengan interviewee (responden=penjawab).
Unsur-unsur wawancara :
(a). Face to face,
(b). Secara lisan
(c). Memiliki tujuan tertentu
Untuk mencapai tujuan wawancara yang baik perlu disusun suatu pedoman wawancara yang rinci dan sistematis.
(2). Daftar cek masalah
Ialah seperangkat pertanyaan yang menggambarkan jenis-jenis masalah yang mungkin dihadapi klien. Atau daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk merangsang atau memancing pengungkapan masalah yang pernah dan sedang dialami, atau masalah yang dirasakan atau masalah yang tidak dirasakan oleh seseorang.
(3). Angket atau kuesioner
Ialah seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh responden, yang digunakan untuk mengubah berbagai keterangan yang langsung diberikan oleh responden menjadi data, serta dapat pula digunakan untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang telah dialami pada saat ini.
Keterangan yang didapatkan diubah menjadi data kuantitatif (angka-angka) dengan cara menghitung jumlah responden yang memberikan jawaban. Angket atau kuesioner sebagai alat pengumpul data mempunyai ciri khas yang membedakan dengan alat pengumpul data lainnya.
Ciri khas angket itu terletak pada pengumpulan data melalui daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi dari sumber data yang berupa orang.
(4). Sosiometri
Ialah alat yang dipergunakan untuk mengungkap hubungan sosial siswa di dalam kelompoknya. Dengan kata lain sosiometri banyak digunakan untuk mengumpulkan data tentang dinamika kelompok. Sosiometri dapat pula dipergunakan untuk mengetahui popularitas seseorang dalam kelompoknya, serta meneliti kesukaran seseorang terhadap teman-teman sekelompoknya baik dalam kegiatan belajar, bermain, bekerja, dan kegiatan-kegiatan kelompok lainnya.
Dengan mengetahui keadaan seseorang dalam kelompoknya, konselor dapat mengidentifikasi siswa mana yang terisolir atau dikucilkan oleh teman-temannya. Data sosiometri merupakan dasar untuk memberikan bantuan dalam memperbaiki hubungan sosial individu dalam kelompoknya, misalnya: dengan jalan membentuk suatu kegiatan berkelompok tertentu.

(b). Jenis-jenis alat pengumpul data testing
Jenis-jenis alat pengumpul data yang bersifat testing di dalam pelaksanaannya berupa tes psikologis, diantaranya ialah:
(1). Tes hasil belajar (Achievement test), yang mengukur apa yang telah dipelajari dalam berbagai bidang studi. Ada tes khusus yang meneliti penguasaan materi mata pelajaran tertentu saja; ada pula tes yang meliputi materi beberapa mata pelajaran dalam lingkup yang agak luas, yang menghasilkan skor-skor terpisah (subtest) untuk saling dibandingkan (achievement battery; survey test). Tipe tes hasil belajar yang khusus adalah tes kesiapan, yang bertujuan memperkirakan sampai seberapa jauh subjek dapat mengambil manfaat dari suatu program pendidikan, misalnya testing dalam keterampilan membaca dan penalaran numerik menjelang saat masuk sekolah dasar (readiness test; prognotic test). Tipe khusus yang lain adalah tes diagnostik yang meneliti sebab-sebab timbulnya kesulitan dalam mempelajari bidang-bidang studi tertentu, agar siswa dapat ditolong dalam mengatasi kesulitan dan melengkapi kekurangannya (diagnostic test). Akhir-akhir ini dikembangkan tipe yang baru, yaitu tes kompetensi, yang menuntut para siswa untuk menunjukkan taraf penguasaan dalam keterampilan-keterampilan dasar, seperti membaca, menulis, dan berhitung (competency test).
(2). Tes kemampuan intelektual, yang mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapai taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (mental ability test; academic ability test; scholastic aptitude test)
(3). Tes kemampuan khusus atau tes bakat khusus, yang mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu; lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (test of specific ability; aptitude test).
(4). Tes minat, yang mengukur kegiatan-kegiatan macam apa yang paling disukai seseorang. Tes ini bertujuan membantu seseorang dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (test of vocational test).
(5). Tes perkembangan vokasional, yang mengukur taraf perkembangan seseorang dalam hal kesadaran ketika memangku suatu kerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan ciri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan sosial-ekonomis; dan dalam menyususn serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Tes semacam ini, meneliti taraf kedewasaan  seseorang dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia kerja (career maturity).
(6). Tes kepribadian, yang mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter, sifat tempramen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi sosial dengan orang lain, serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Termasuk dalam kelompok tes ini : tes projektif (projective test) yang meneliti sifat-sifat kepribadian seseorang melalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian (personality inventory; adjustive inventory) yang meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisis jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi, atau reaksi emosional, yang khas untuk orang itu.

C.  Teknik Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan menggunakan dokumen-dokumen sebagai sumber data.
Cara pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber data berkaitan dengan proses hubungan konseling klinikal yaitu :
(a)    Buku rapor
(b)   Buku induk murid (legger)
(c)    Catatan kesehatan siswa
(d)   Rekaman

D.  Penggunaan Alat – Alat Pengumpul Data salam Konseling Klinikal
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang konselor/pembimbing dalam menggunakan alat-alat pengumpul data, diantaranya ialah :
(1)   Setiap pengumpul data yang direncanakan harus jelas manfaatnya, keterbatasannya, hubungannya dengan alat-alat lain, serta ada kesesuaian alat-alat tersebut dengan tujuan yang ingin dicapai.
(2)   Penggunaan alat-alat pengumpul data harus direncanakan dengan matang dan dipadukan dengan tujuan yang ingin dicapai.
(3)   Berbagai contoh alat-alat pengumpul data yang ada dalam buku-buku, acuan-acuan, literatur, buku kurikulum dapat disempurnakan  atau dipakai sesuai dengan keperluan masing-masing atau pembimbing sekolah.
(4)   Alat-alat pengumpul data yang ada dan akan dipergunakan hendaknya diusahakan ada petunjuk pemakaiannya atau manualnya.
Konselor/pembimbing hendaknya berusaha kreatifuntuk mengembangkan, melengkapi, dan mendapatkan alat-alat data yang belum dimilikinya




Tidak ada komentar:

Posting Komentar