A. PENGERTIAN
KONSELING KOGNITIF BEHAVIOR
Menurut
Gerald Corey, konseling perilaku (konseling Behavior) adalah penerapan aneka
ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.
Penerapan prinsip-prinsip belajar ini berakar pada teori pengkondisian klasik
dari Ivan Pavlov maupun teori pengkondisian operan dari B.F. Skinner.
Konseling
Kognitif Perilaku, merupakan penggabungan teknik-teknik dari perspektif
perilaku dengan teknik-teknik dari perspektif kognitif, karena dalam
perkembangannya para praktisi teori konseling perilaku menyadari, adanya
keterbatasan dalam teori-teori belajar dan mengakui peran kognisi, dalam
mempengaruhi perilaku.
Menurut
Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai
pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli
pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang
menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan
strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada
konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku
konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system
kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Matson &
Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior Therapy yaitu,
pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi
sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan
pikiran.
Bush (2003)
mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam
psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif
memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi
individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya berkaitan dengan
positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan happy
thinking.Terapi tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan
dengan kebiasaan mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah
perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir
lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Berdasarkan
paparan definisi mengenai CBT, maka dapat disimpulkan bahwa CBT adalah
pendekatan konseling, yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau
pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik
secara fisik maupun psikis.
CBT
merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan
mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa
dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan,
bertanya, bertindak dan memutuskan kembali. Sedangkan pendekatan pada aspek
behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi
permasalahan dengan kebiasaan merespon masalah.
B. Prinsip-prinsip
Konseling Kognitif Behavior
Pemahaman
terhadap prinsip-prinsip terapi ini akan mempermudah konselor dalam memahami konsep,
strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan
teknik-teknik Konseling kognitif behavior.
Berikut
adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT (Cognitive Behavior Therapy) berdasarkan
kajian yang diungkapkan Beck (2011),
1.
Cognitive
Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari
permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
2.
Cognitive
Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara konselor dan
konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
3.
Cognitive
Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
4.
Cognitive
Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan.
5.
Cognitive
Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.
6.
Cognitive
Behavior Therapy merupakan Edukasi, bertujuan untuk mengajarkan konseli untuk
menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan menekankan pada pencegahan
7.
Cognitive
Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.
8.
Sesi
Cognitive Behavior yang terstruktur.
9.
Cognitive
Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan
menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.
10. Cognitive
Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan
dan tingkah laku.
C. Teknik-teknik Terapi Konseling Kognitif Behavior
a.
Operant
Conditioning
Terdapat 2
prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan
teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan
kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan
lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya
koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh
konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial
untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan
perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik reinforcement sesuai dengan
kondisi konseli maka konselor akan menggunakan teknik tersebut biasanya dengan
dalam bentuk verbal.
b.
Flooding
Flooding
adalah kebalikan dari systematic desensitization. Flooding menekankan kepada
maksimalisasi kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo
flooding, yang sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi Agoraphobics.
Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko
yang tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman
akan menyebabkan seorang konseli merasa stress.
c.
Assertivness
dan Social Skill Training
Ketika
konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-kadang
mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi diri mereka
yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-kognitif di
uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu
konseli dengan cara bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai
seseorang yang berpengaruh terhadap konseli.
d.
Participant
Modeling
Participant
Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami
kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong
seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa
langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik,
yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti
mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama
dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan
apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya
melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku konseli dengan cara
pujian.
e.
Self Control
Procedures
Metode self
control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri. Metode
self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat
mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami
masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan
terdapat penguatan jangkan panjang secara natural. Terdapat tiga langkah bagian
dalam self control procedures, yaitu:
1.
Meminta
konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya
2.
Meminta
kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai
3.
Melaksanakan
treatment
f. Contigency
Contracting
Contigency
Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan hukuman
untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari
terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku
yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang
memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat
berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat
diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah
hal itu terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan
diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika
perilaku yang tidak diinginkan muncul.
g.
Cognitive
Restructuring
Metode ini
agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini menginginkan perubahan
kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan
perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes,
cognitive structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa
yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa
yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan
informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya
sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.
D. Peran dan Fungsi Konselor
Pada
pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi
pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli.
Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi dari konseli.
Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai petunjuk, konselor
mencari secara detail informasi mengenai masalah yang dialami oleh konseli,
sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan situasi ketika masalah
itu terjadi.
Pada saat
konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif behavioral sangat
jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu cemas sebelum ujian?”
atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang konselor lebih suka
menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”,
“dimana”, dan “apa”, ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari
masalah konseli.
Tugas
konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti
ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat
pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah.
Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik
intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseling.
F. KONSELING
KLINIKAL
Secara
konseptual konseling klinikal sebenarnya telah mulai dirintis oleh Donal G.
Paterson pada tahun 1920, dia memusatkan penelitiannya atau studi terutama
berpusat pada perbedaan individu dan pengembangan tes. Walaupun demikian,
istilah konseling klinikal sering dikaitkan dengan nama Edmund Griffith
Wiliamson yang populer dengan konseling direktifnya. Tujuan utama konseling
direktif Williamson adalah membantu klien mengganti tingkah laku emosional dan
impulsif dengan tingkah laku rasional. Lepasnya tegangan-tegangan (tension)
dan diperolehnya insight dipandang sebagai suatu hal yang urgen.
Konseling
Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan (vocational
counseling), yang menitik beratkan pada kesesuaian pendidikan dengan
jabatan (vocational). Konseling jabatan pertama-tama dirintis dan
diperkenalkan oleh Frank Parson (1909) yang menekankan kepada tiga aspek
penting diantaranya, ialah:
(1).
Pemahaman yang jelas tentang potensi – potensi yang dimiliki individu termasuk
di dalamnyaialah tentang bakat, minat, kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun
kelemahan-kelemahannya,
(2).
Pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan, dan tentang prospek dari
berbagai jenis pekerjaan atau jabatan atau karier,
(3).
Penyesuaian yang tepat antara kedua aspek tersebut.
G. Alat Pengumpulan
Data dalam Konseling Klinikal
A.
Teknik Observasi
(a).
Pengertian observasi
Observasi
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja,
melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki.
Observasi
itu sendiri mempunyai pengertian yang sempit dan juga pengertian yang luas.
Dalam arti yang sempit observasi berarti mengamati secara langsung terhadap
gejala yang ingin diselidiki. Sedangkan observasi dalam arti luas berarti
mengamati secara langsung maupun tidak langsung gejala yang diselidiki.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa observasi adalah proses mengamati tingkah laku
siswa dalam situasi tertentu. Situasi yang dimaksud dapat berupa situasi yang
sebenarnya (alamiah) dan bisa situasi yang diciptakan (eksperimental).
Alat
pengumpul data yang dapat digunakan dalam melakukan observasi ialah menggunakan
catatan anekdot (blanko observasi). Blanko observasi dapat digunakan oleh
pembimbing sebagai alat bantu dalam mencatat dan mendeskripsikan tingkah laku
siswa yang sedang diamati.
Hal yang
perlu diperhatikan dalam observasi oleh pembimbing ialah mencatat hanya apa
yang nyata terjadi, dan tidak mencapur adukkan dengan berbagai komentar atau
interpretasinya terhadap tingkah laku siswa yang diamatinya.
(b). Fungsi
observasi dalam konseling
Dalam proses
hubungan konseling, konselor bertatap muka dengan klien (siswa). Dalam hubungan
ini biasanya dipergunakan secara bersamaan dua teknih yaitu observasi dan interview.
Informasi tentang diri klien didapatkan melalui interview dengan klien
itu sendiri, atau juga berdasarkan informasi yang diperoleh dari orang lain
secara langsung mengenai diri klien.
Jadi dapat
dikatakan bahwa fungsi dari observasi dalam kaitannya dengan konseling
disamping untuk memperoleh gambaran dan pengetahuan serta pemahaman tentang
diri klien, juga berfungsi untuk menunjang untuk melengkapi bahan-bahan yang
diperoleh melalui interview (wawancara).
(c).
Jenis-jenis teknik observasi
Para ahli
sering mengelompokkan jenis-jenis observasi sesuai dengan tujuan dan
lapangannya. Marie Jahoda dkk., dalam bukunya berjudul:
“Research
Methods in Social Relation (1957), mengelompokkan teknik observasi atas
tiga macam, yaitu: “Participant observation, systemic observation, and
observation in standardized experimental or test situation.”
Observasi
partisipasi umumnya dipergunakan untuk penelitian yang bersifat eksploratif.
Suatu observasi disebut observasi partisipasi bila observer turut mengambil
bagian dalam kehidupan observasi.
Observasi
sistemik sering pula diberinama observasi berkerangka. Sebelum mengadakan
observasi terlebih dahulu dibuat kerangka tentang berbagai faktor dan ciri-ciri
yang akan diobservasi.
Observasi
eksperimental ialah suatu observasi yang memiliki ciri-ciri yaitu:
(1). Situasi
dibuat sedemikian rupa sehingga observer tida mengetahui diadakannya observasi.
(2). Dibuat
variasi situasi untuk menimbulkan tingkah laku tertentu.
(3).
Observasi diadakan pada situasi yang seragam.
(4). Situasi
ditimbulkan atau dibuat sengaja.
(5).
Faktor-faktor yang tidak diinginkan pengaruhnya dikontrol secermat mungkin .
(6). Segala
aksi reaksi dari observasi dicatat dengan teliti dan cermat.
(d).
Beberapa alat pembantu observasi
Alat
pencatat observasi sering juga disebut pedoman observasi, yang perlu
dipersiapkan sebelumnya dan dengan sebaik-baiknya. Beberapa alat pembantu
observasi diantaranya:
(1). Catatan
anekdot
Catatan
anekdot adalah menggambarkan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam
situasi seperti adanya. Ada tiga catatan anekdot diantarnya sebagai berikut:
(a). Catatan
anekdot tipe deskriptif
Ialah suatu
catatan anekdot yang menggambarkan tingkah laku yang terjadi tanpa dibarengi
oleh komentar atau interpretasi konselor.
(b). Catatan
anekdot tipe interpretatif
Ialah suatu
catatan anekdot yang menggambarkan tingkah laku nyata yang terjadi tanpa
disertai interpretasi konselor terhadap tingkah laku tersebut.
(c). Catatan
anekdot tipe evaluatif
Ialah suatu
catatan anekdot yang mendeskripsikan tingkah laku yang dapat dipergunakan untuk
mengadakan evaluasi terhadap perkembangan tingkah laku klien yang bersangkutan.
(2). Daftar
cek
(a).
Pengertian daftar cek
Merupakan
suatu daftar yang mengandung atau mencatat faktor-faktor yang ingin diselidiki
atau diamati, yang berisi aspek-aspek yang mungkin terdapat dalam suatu
situasi, tingkah laku maupun kegiatan individu yang sedang diamati.
(b). Fungsi
daftar cek
Fungsi
daftar cek berkaitan dengan proses konseling adalah sebagai alat pencatat hasil
observasi situasi, tingkah laku, ataupun kegiatan individu yang diamati.
(c). Manfaat
daftar cek
Daftar cek
bermanfaat untuk mendapatkan faktor-faktor yang relevan dengan permasalahan
yang sedang dihadapi.
(d).
Karakteristik daftar cek yang baik
o direncanakan secara sistematis
o sesuai dengan yang ingin dicapai atau yang
dirumuskan terlebih dahulu
o berupa format yang efisien dan efektif
o dapat diperiksa validitas, reliabilitas, dan
ketepatannya
o hasil pengecekan diolah sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai
o bersifat kuantitatif
B.
Teknik Komunikasi
Berkaitan
dengan pengumpulan data dalam konseling, maka salah satu prinsip dalam
komunikasi adalah konselor mengkomunikasikan maksud pengumpulan data kepada
klien. Mengkomunikasikan hal semacam ini tidak dapat dilakukan dalam observasi.
Alat-alat pengumpulan data yang dapat digunakan dalam teknik komunikasi dapat
berupa testing maupun non testing.
(a).
Jenis-jenis pengumpulan data non-testing
(1).
Wawancara
Ialah suatu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab antara interviewer
(penanya) dengan interviewee (responden=penjawab).
Unsur-unsur
wawancara :
(a). Face
to face,
(b). Secara
lisan
(c).
Memiliki tujuan tertentu
Untuk
mencapai tujuan wawancara yang baik perlu disusun suatu pedoman wawancara yang
rinci dan sistematis.
(2). Daftar
cek masalah
Ialah
seperangkat pertanyaan yang menggambarkan jenis-jenis masalah yang mungkin
dihadapi klien. Atau daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk merangsang
atau memancing pengungkapan masalah yang pernah dan sedang dialami, atau
masalah yang dirasakan atau masalah yang tidak dirasakan oleh seseorang.
(3). Angket
atau kuesioner
Ialah
seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh responden, yang digunakan untuk
mengubah berbagai keterangan yang langsung diberikan oleh responden menjadi
data, serta dapat pula digunakan untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang
telah dialami pada saat ini.
Keterangan
yang didapatkan diubah menjadi data kuantitatif (angka-angka) dengan cara
menghitung jumlah responden yang memberikan jawaban. Angket atau kuesioner
sebagai alat pengumpul data mempunyai ciri khas yang membedakan dengan alat
pengumpul data lainnya.
Ciri khas
angket itu terletak pada pengumpulan data melalui daftar pertanyaan tertulis
yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi dari sumber data yang
berupa orang.
(4).
Sosiometri
Ialah alat
yang dipergunakan untuk mengungkap hubungan sosial siswa di dalam kelompoknya.
Dengan kata lain sosiometri banyak digunakan untuk mengumpulkan data tentang
dinamika kelompok. Sosiometri dapat pula dipergunakan untuk mengetahui
popularitas seseorang dalam kelompoknya, serta meneliti kesukaran seseorang terhadap
teman-teman sekelompoknya baik dalam kegiatan belajar, bermain, bekerja, dan
kegiatan-kegiatan kelompok lainnya.
Dengan
mengetahui keadaan seseorang dalam kelompoknya, konselor dapat mengidentifikasi
siswa mana yang terisolir atau dikucilkan oleh teman-temannya. Data sosiometri
merupakan dasar untuk memberikan bantuan dalam memperbaiki hubungan sosial
individu dalam kelompoknya, misalnya: dengan jalan membentuk suatu kegiatan
berkelompok tertentu.
(b).
Jenis-jenis alat pengumpul data testing
Jenis-jenis
alat pengumpul data yang bersifat testing di dalam pelaksanaannya berupa tes
psikologis, diantaranya ialah:
(1). Tes
hasil belajar (Achievement test), yang mengukur apa yang telah
dipelajari dalam berbagai bidang studi. Ada tes khusus yang meneliti penguasaan
materi mata pelajaran tertentu saja; ada pula tes yang meliputi materi beberapa
mata pelajaran dalam lingkup yang agak luas, yang menghasilkan skor-skor
terpisah (subtest) untuk saling dibandingkan (achievement battery;
survey test). Tipe tes hasil belajar yang khusus adalah tes kesiapan, yang
bertujuan memperkirakan sampai seberapa jauh subjek dapat mengambil manfaat
dari suatu program pendidikan, misalnya testing dalam keterampilan membaca dan
penalaran numerik menjelang saat masuk sekolah dasar (readiness test;
prognotic test). Tipe khusus yang lain adalah tes diagnostik yang meneliti
sebab-sebab timbulnya kesulitan dalam mempelajari bidang-bidang studi tertentu,
agar siswa dapat ditolong dalam mengatasi kesulitan dan melengkapi
kekurangannya (diagnostic test). Akhir-akhir ini dikembangkan tipe yang
baru, yaitu tes kompetensi, yang menuntut para siswa untuk menunjukkan taraf
penguasaan dalam keterampilan-keterampilan dasar, seperti membaca, menulis, dan
berhitung (competency test).
(2). Tes
kemampuan intelektual, yang mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama
berkaitan dengan potensi untuk mencapai taraf prestasi tertentu dalam belajar
di sekolah (mental ability test; academic ability test; scholastic aptitude
test).
(3). Tes
kemampuan khusus atau tes bakat khusus, yang mengukur taraf kemampuan seseorang
untuk berhasil dalam bidang tertentu, program pendidikan vokasional tertentu
atau bidang pekerjaan tertentu; lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan
intelektual (test of specific ability; aptitude test).
(4). Tes
minat, yang mengukur kegiatan-kegiatan macam apa yang paling disukai seseorang.
Tes ini bertujuan membantu seseorang dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya
paling sesuai baginya (test of vocational test).
(5). Tes
perkembangan vokasional, yang mengukur taraf perkembangan seseorang dalam hal
kesadaran ketika memangku suatu kerjaan atau jabatan (vocation); dalam
memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan ciri-ciri kepribadiannya
serta tuntutan-tuntutan sosial-ekonomis; dan dalam menyususn serta
mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Tes semacam ini,
meneliti taraf kedewasaan seseorang dalam mempersiapkan diri bagi
partisipasinya dalam dunia kerja (career maturity).
(6). Tes
kepribadian, yang mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat
kognitif, seperti sifat karakter, sifat tempramen, corak kehidupan emosional,
kesehatan mental, relasi sosial dengan orang lain, serta bidang-bidang
kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Termasuk dalam
kelompok tes ini : tes projektif (projective test) yang meneliti
sifat-sifat kepribadian seseorang melalui reaksi-reaksinya terhadap suatu
kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian (personality
inventory; adjustive inventory) yang meneliti berbagai ciri kepribadian
seseorang dengan menganalisis jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan
untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi, atau reaksi emosional, yang
khas untuk orang itu.
C.
Teknik Studi Dokumentasi
Studi
dokumentasi merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan menggunakan
dokumen-dokumen sebagai sumber data.
Cara
pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber data berkaitan
dengan proses hubungan konseling klinikal yaitu :
(a)
Buku rapor
(b)
Buku induk murid (legger)
(c)
Catatan kesehatan siswa
(d)
Rekaman
D.
Penggunaan Alat – Alat Pengumpul Data salam Konseling Klinikal
Hal-hal yang
perlu diperhatikan oleh seorang konselor/pembimbing dalam menggunakan alat-alat
pengumpul data, diantaranya ialah :
(1)
Setiap pengumpul data yang direncanakan harus jelas manfaatnya,
keterbatasannya, hubungannya dengan alat-alat lain, serta ada kesesuaian
alat-alat tersebut dengan tujuan yang ingin dicapai.
(2)
Penggunaan alat-alat pengumpul data harus direncanakan dengan matang dan
dipadukan dengan tujuan yang ingin dicapai.
(3)
Berbagai contoh alat-alat pengumpul data yang ada dalam buku-buku, acuan-acuan,
literatur, buku kurikulum dapat disempurnakan atau dipakai sesuai dengan keperluan
masing-masing atau pembimbing sekolah.
(4)
Alat-alat pengumpul data yang ada dan akan dipergunakan hendaknya diusahakan
ada petunjuk pemakaiannya atau manualnya.
Konselor/pembimbing
hendaknya berusaha kreatifuntuk mengembangkan, melengkapi, dan mendapatkan
alat-alat data yang belum dimilikinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar