SATUAN LAYANAN PRAKTIKUM BK BELAJAR
DI SEKOLAH
Disusun oleh :
NENI SOFIANI
NPM : 14130023
PPROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN
KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH METRO
2015/2016
SATUAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Sekolah : SMP
Negeri 2 Trimurjo Lampung Tengah
Kelas/Program : VIII
(delapan) B
Tahun
Pelajaran :
2015/2016
Tugas Perkembangan : Peserta didik mampu
menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap dirinya sendiri
Alokasi
Waktu : 1
x 40 Menit
Pertemuan
Ke : 1
dari 4 pertemuan
Bahasan/Topik
permasalahan : Fobia sekolah
(Takut kesekolah)
Bidang
bimbingan : Belajar
Jenis
Layanan :
Informasi dan Penguasaan Konten
Fungsi
Layanan : Pemahaman
dan pecegahan
Stretegi
layanan : Klasikal
A.
Standar Kompetensi : Mengenal penyebab fobia
B.
Kompetensi Dasar : Mampu memahami penyebab
fobia sekolah
C.
Indikator : 1. Agar peserta didik mampu
menjelaskan fobia
sekolah
2. Agar
peserta didik mampu menguraikan tanda-tanda fobia sekolah
3. Agar
peserta didik mampu menguraikan waktu berlangsungnya fobia sekolah
4. Agar
peserta didik mampu menjelaskan faktor fobia sekolah
5. Agar
peserta didik mampu menjelaskan cara menangani fobia sekolah
D.
Tujuan Layanan :
1. Agar peserta didik dapat menjelaskan fobia
sekolah
2.
Agar
peserta didik dapat menguraikan tanda-tanda fobia sekolah
3.
Agar
peserta didik dapat menguraikan waktu
berlangsungnya fobia
sekolah
4.
Agar peserta didik dapat menjelaskan faktor fobia sekolah
5.
Agar peserta didik dapat menjelaskan cara menangani fobia sekolah
E.
Uraian Kegiatan
|
|
Uraian Kegiatan Layanan
|
|
Waktu
|
||||
|
|
Kegiatan
Guru
|
Peserta didik
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||
A
W
A
L
|
a.
Salam Pembuka
b.
Doa
c.
Pengkondisian peserta didik
d.
Tujuan layanan
e.
Relefansi
|
Guru mengucapkan
salam
Guru
mempersilahkan
murid untuk
berdoa
guru melakukan
absensi
Guru menyampaikan tujuan layanan.
Guru menjelaskan relefansi ke depan
bagi kehidupan peserta didik
|
Peserta didik menjawab
salam
Peserts didik berdo’a
Peserta didik menjawab
Peserta didik
merespon
Peserta didik merespon
|
5
menit
|
||||
I
N
T
I
|
a.
pemberian materi
b.
pembentukan kelompok kecil
|
Guru menjelaskan apa pengertian fobia,
tanda-tanda fobia, waktu berlangsungnya fobia, faktor penyebab dan cara
menangani fobia sekolah.
Guru
membagi peserta didik jadi beberapa kelompok kecil untuk diskusi
Guru
memberikan satu contoh kasus yang berbeda yang diberikan untuk setiap anggota
kelompok
|
Peserta
didik mendengarkan penjelasan dari guru
Peserta
didik mengikuti perintah
|
30
menit
|
||||
|
c. Guru menjelaskan
tujuan diberikannya tugas
d. Guru
menjelaskan tujuan diberikannya LKS
e. Guru bersama
peserta didik membuat kesimpulan
|
Guru
membagikan lembar kerja tugas kepada peserta didik
Guru
membagikan
LKS kepada peserta didik, untuk di kerjakan di rumah
Guru
mempersilahkan peserta didik untuk menyampaikan kesimpulan
|
Peserta
didik mengerjakan perintah yang diberikan oleh guru.serta salah satu peserta
didik perwakilan dari setiap kelompok
membacakan
hasil diskusinya dan ditanggapi oleh kelompok lain
Peserta
didik mendengarkan, dan merespon pemberian LKS tersebut.
Peserta
didik bersama guru membuat kesimpulan
|
|
||||
A
K
H
I
R
|
a.
penguatan
b.
kesimpulan
b. salam
|
Guru
memberikan pengutan kepada peserta didik
Guru
membacakan kesimpulan mengenai layanan hari
ini
Guru
mengucapkan salam
|
Peserta didik merespon
Peserta didik
mendengarkan kesimpulan pada hari ini
Peserta didik
menjawab salam
|
5 menit
|
||||
Jumlah
|
|
40
menit
|
||||||
F. Penyelenggara
Layanan : Neni
Sofiani
G. Peserta
Layanan :
Peserta Didik Kelas VIII (delapan)
H. Tempat
penyelenggaraan : Ruang
Kelas VIII B
I. Pihak
yang disertakan :
Observer, Dokumentator
J. Alat
dan Perlengkapan : Laptop,Lcd, dan monitor
K. Sumber
:
internet dan sekolah
minggu,27 maret
2016, 08.30
hasil prasurvei di
SMP Negeri 2 Trimurjo
L. Rencana penilaian :
1. Penilaian
segera: Memberikan pertanyaan sehubungan dengan materi yang telah disampaikan.
2.
Penilaian jangka pendek: Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya
kepada guru bimbingan dan konseling terkait dengan masalah –masalah ataupun
materi yang telah dibahas
3. Penilaian
jangka panjang: Peserta didik akan diberi layanan tindak lanjut
M. Rencana
Tindak Lanjut : Layanan konseling kelompok dan
Layanan
konseling perorangan
N. Catatan Khusus :
jika peserta didik tidak selesai dengan
layanan konseling
kelompok maka akan di lanjutkan dengan konseling perorangan dan jika konseling
peroranggan tidak juga terselesaikan masalahnya akan dilakukan ahli tangan
kasus.
Mengetahui Metro, Febuari 2016
Kepala Sekolah Praktikan
Ibrahim Cholil S.Pd.mm Neni
Sofiani
NIP. 195906261987021003 NPM.
14130023
Lampiran
materi
A. Pengertian Fobia Sekolah
Kata “fobia”
menurut Baker Encyclopedia of Psychology and Counseling adalah obyek atau
situasi-situasi yang tidak berbahaya. Secara singkat Ivan Ward dalam buku yang
berjudul Phobia mendefinisikan bahwa fobia adalah sebagai ketakutan yang tidak
masuk akal. Fobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah
yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah
muncul ataupun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat, atau hari
Minggu/libur. Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga
usianya 14–15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau
menghadapi lingkungan baru ataupun ketika ia
menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.
B. Tanda-Tanda Fobia Sekolah
Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria fobia sekolah ataupun school refusal, yaitu:
Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria fobia sekolah ataupun school refusal, yaitu:
- Menolak untuk berangkat ke sekolah.
- Mau datang ke sekolah tetapi tidak lama kemudian minta pulang.
- Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan mama/papa atau pengasuhnya, atau menunjukkan “tantrum” nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb.) ataupun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya.
- Menunjukkan ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang, dan ini berlangsung selama periode tertentu.
- Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
- Keluhan fisik yang dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya.
- Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah.
- Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.
- Senang berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul.
C. Waktu Berlangsungnya Fobia Sekolah
Berapa lama waktu berlangsung fobia sekolah amat tergantung pada penaganan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin lama problem itu akan selesai dan makin sering/intens keluhan yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu. Anak yang mengalami fobia sekolah selalu memiliki alasan untuk tidak masuk sekolah, sehingga dalam hal ini orangtua khususnya harus jeli dalam memahami kebutuhan anaknya. Fobia sekolah perlu penanganan serius. Tujuan penanganan utama adalah agar anak segera kembali ke sekolah. Semakin lama tidak sekolah, maka semakin sulit si anak untuk kembali.
D. Faktor Penyebab Fobia Sekolah
Ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi mogok sekolah. Orangtua perlu bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi sikap pemogokan itu, agar dapat memberikan penanganan yang benar-benar tepat. Alangkah baiknya, jika orangtua mau bersikap terbuka dalam mempelajari dan mencari semua kemungkinan yang bisa terjadi. Konsultasi dengan guru di sekolah, sharing dengan sesama orangtua murid, diskusi dengan anak, konsultasi dengan konselor/psikolog, (kalau perlu) memeriksakan anak ke paramedis/dokter sesuai keluhan yang dikemukakannya, hingga introspeksi diri adalah metode yang tepat untuk mendapatkan gambaran penyebab dari fobia sekolah anak. Berhati-hatilah untuk membuat diagnosa secara subyektif, didasarkan pada pendapat pribadi diri sendiri atapun keluhan anak semata. Di bawah ini ada beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal:
1. Separation Anxiety
Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18-24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (pre schooler, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap orangtua, rumah, ataupun mainannya, tapi merekapun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah. Separation auxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, hangat, dan akrab yang amat dekat hubungannya dengan orangtua. Singkat kata, tidak ada masalah dengan orangtua.
Berapa lama waktu berlangsung fobia sekolah amat tergantung pada penaganan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin lama problem itu akan selesai dan makin sering/intens keluhan yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu. Anak yang mengalami fobia sekolah selalu memiliki alasan untuk tidak masuk sekolah, sehingga dalam hal ini orangtua khususnya harus jeli dalam memahami kebutuhan anaknya. Fobia sekolah perlu penanganan serius. Tujuan penanganan utama adalah agar anak segera kembali ke sekolah. Semakin lama tidak sekolah, maka semakin sulit si anak untuk kembali.
D. Faktor Penyebab Fobia Sekolah
Ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi mogok sekolah. Orangtua perlu bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi sikap pemogokan itu, agar dapat memberikan penanganan yang benar-benar tepat. Alangkah baiknya, jika orangtua mau bersikap terbuka dalam mempelajari dan mencari semua kemungkinan yang bisa terjadi. Konsultasi dengan guru di sekolah, sharing dengan sesama orangtua murid, diskusi dengan anak, konsultasi dengan konselor/psikolog, (kalau perlu) memeriksakan anak ke paramedis/dokter sesuai keluhan yang dikemukakannya, hingga introspeksi diri adalah metode yang tepat untuk mendapatkan gambaran penyebab dari fobia sekolah anak. Berhati-hatilah untuk membuat diagnosa secara subyektif, didasarkan pada pendapat pribadi diri sendiri atapun keluhan anak semata. Di bawah ini ada beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal:
1. Separation Anxiety
Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18-24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (pre schooler, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap orangtua, rumah, ataupun mainannya, tapi merekapun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah. Separation auxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, hangat, dan akrab yang amat dekat hubungannya dengan orangtua. Singkat kata, tidak ada masalah dengan orangtua.
2. Pengalaman Negatif diSekolah atau Lingkungan
Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan ataupun di”ganggu” teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau “seram” membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya cemas, seperti mobil jemputan yag tidak nyaman karena ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang “menyeramkan” diperjalanan, takut diperas oleh kawanan anak nakal, atau takut melewati jalan sepi. Para ahli mengatakan, bahwa masalah-masalah tersebut sudah dapat menimbulkan stress dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang, resah, dan mulai merengek tidak mau sekolah, ketika mulai mendekati waktu keberangkatan. Dengan sibuknya orangtua, sementara anak-anak lebih banyak diurus oleh baby sitter atau mbak, makin membuat anak sulit menyalurkan perasaannya; dan akhirnya yang tampak adalah mogok sekolah, agresif, pemurung, kehilangan nafsu makan, keluhan-keluhan fisik, dan tanda-tanda lain seperti yang telah disbutkan di atas.
3. Problem Dalam Keluarga
Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem yang sedang dialami oleh orangtua ataupun keluarga secara keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan melihat pertengkaran yang terjadi antara papa-mamanya, tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi belajar. Anak merasa ikut bertanggungjawab atas kesedihan yang dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah itu orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya yang sakit ketika ia tidak ada di rumah.
4. Pola Hubungan Orangtua dan Anak yang Tidak Sehat
Yang dimaksud adalah sikap orangtua yang tidak dapat memperlakukan anak-anak sebagai pribadi yang seutuhnya. Orangtua cenderung overprotective, selalu mengatur, pilih kasih dan lain-lain. Atau sebaliknya, orangtua kurang peduli, terlalu sibuk dengan pekerjaan sendiri dan mengabaikan tanggung jawabnya dalam rumah tangga. Akibatnya, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak sehat.
E. Penanganan Terhadap Anak yang Mengalami Fobia Sekolah
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah antara lain:
1. Tetap menekankan pentingnya bersekolah
Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya langsung. Menurut para ahli tersebut, keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah, malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin berkurang hari demi hari. Makin lama dia “diijinkan” tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Kemungkinan besar anak-anak akan coba-coba bernegosiasi dengan orang tua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi orang tua. Jika ternyata pada suatu hari orang tua akhirnya “luluh”, maka keesokan harinya anak akan mengulang pola yang sama. Tetaplah bersikap hangat, penuh pengertian, namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan anak bahwa semua akan lebih baik setibanya di sekolah.
2. Berusahalah untuk tegas dan konsisten
Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan ataupun rajukan anak yang tidak mau sekolah. Entah karena pusing mendengar suara anak atau karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua seringkali meluluskan permintaan anak. Tindakan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Jika ketika bangun pagi anak segar bugar dan bisa berlari-lari keliling rumah ataupun sarapan pagi dengan baik, namun pada saat mau berangkat sekolah, tiba-tiba mogok maka sebaiknya orang tua tidak melayani sikap “negosiasi” anak dan langsung mengantarnya ke sekolah. Satu hal penting untuk diingat adalah hindari sikap menjanjikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah, karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik (hanya mau sekolah jika diberi hadiah). Anak tidak akan mempunyai kesadaran sendiri karena dirinya harus sekolah dan terbiasa memanipulasi orang tua/lingkungannya. Anak jadi tahu bagaimana taktik atau strategi yang jitu dalam mengupayakan agar keinginannya terlaksana. Jika sampai terlambat, anak tetap harus berangkat ke sekolah kalau perlu ditemani/diantar orangtua Namun jika orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi sikap anaknya, mintalah bantuan pada guru atau sesama orangtua murid lainnya yang dikenal cukup dekat oleh anak. Kadang keberadaan mereka justru membuat anak lebih bisa mengendalikan diri.
Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan ataupun di”ganggu” teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau “seram” membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya cemas, seperti mobil jemputan yag tidak nyaman karena ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang “menyeramkan” diperjalanan, takut diperas oleh kawanan anak nakal, atau takut melewati jalan sepi. Para ahli mengatakan, bahwa masalah-masalah tersebut sudah dapat menimbulkan stress dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang, resah, dan mulai merengek tidak mau sekolah, ketika mulai mendekati waktu keberangkatan. Dengan sibuknya orangtua, sementara anak-anak lebih banyak diurus oleh baby sitter atau mbak, makin membuat anak sulit menyalurkan perasaannya; dan akhirnya yang tampak adalah mogok sekolah, agresif, pemurung, kehilangan nafsu makan, keluhan-keluhan fisik, dan tanda-tanda lain seperti yang telah disbutkan di atas.
3. Problem Dalam Keluarga
Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem yang sedang dialami oleh orangtua ataupun keluarga secara keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan melihat pertengkaran yang terjadi antara papa-mamanya, tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi belajar. Anak merasa ikut bertanggungjawab atas kesedihan yang dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah itu orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya yang sakit ketika ia tidak ada di rumah.
4. Pola Hubungan Orangtua dan Anak yang Tidak Sehat
Yang dimaksud adalah sikap orangtua yang tidak dapat memperlakukan anak-anak sebagai pribadi yang seutuhnya. Orangtua cenderung overprotective, selalu mengatur, pilih kasih dan lain-lain. Atau sebaliknya, orangtua kurang peduli, terlalu sibuk dengan pekerjaan sendiri dan mengabaikan tanggung jawabnya dalam rumah tangga. Akibatnya, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak sehat.
E. Penanganan Terhadap Anak yang Mengalami Fobia Sekolah
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah antara lain:
1. Tetap menekankan pentingnya bersekolah
Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya langsung. Menurut para ahli tersebut, keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah, malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin berkurang hari demi hari. Makin lama dia “diijinkan” tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Kemungkinan besar anak-anak akan coba-coba bernegosiasi dengan orang tua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi orang tua. Jika ternyata pada suatu hari orang tua akhirnya “luluh”, maka keesokan harinya anak akan mengulang pola yang sama. Tetaplah bersikap hangat, penuh pengertian, namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan anak bahwa semua akan lebih baik setibanya di sekolah.
2. Berusahalah untuk tegas dan konsisten
Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan ataupun rajukan anak yang tidak mau sekolah. Entah karena pusing mendengar suara anak atau karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua seringkali meluluskan permintaan anak. Tindakan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Jika ketika bangun pagi anak segar bugar dan bisa berlari-lari keliling rumah ataupun sarapan pagi dengan baik, namun pada saat mau berangkat sekolah, tiba-tiba mogok maka sebaiknya orang tua tidak melayani sikap “negosiasi” anak dan langsung mengantarnya ke sekolah. Satu hal penting untuk diingat adalah hindari sikap menjanjikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah, karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik (hanya mau sekolah jika diberi hadiah). Anak tidak akan mempunyai kesadaran sendiri karena dirinya harus sekolah dan terbiasa memanipulasi orang tua/lingkungannya. Anak jadi tahu bagaimana taktik atau strategi yang jitu dalam mengupayakan agar keinginannya terlaksana. Jika sampai terlambat, anak tetap harus berangkat ke sekolah kalau perlu ditemani/diantar orangtua Namun jika orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi sikap anaknya, mintalah bantuan pada guru atau sesama orangtua murid lainnya yang dikenal cukup dekat oleh anak. Kadang keberadaan mereka justru membuat anak lebih bisa mengendalikan diri.
3. Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter
Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/tidaknya problem kesehatan anak. Orangtua tentu lebih peka terhadap keadaan anaknya setiap hari; perubahan sekecil apapun biasanya akan mudah dideteksi orangtua. Jadi, ketika anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya (pusing, mual, dan sebagainya), orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali ke sekolah. Selain itu, dokterpun dapat membantu orangtua memberikan diagnosa, apakah keluhan anak merupakan pertanda dari adanya stress terhadap sekolah, ataukah karena penyakit lainnya yang perlu ditangani secara seksama.
Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/tidaknya problem kesehatan anak. Orangtua tentu lebih peka terhadap keadaan anaknya setiap hari; perubahan sekecil apapun biasanya akan mudah dideteksi orangtua. Jadi, ketika anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya (pusing, mual, dan sebagainya), orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali ke sekolah. Selain itu, dokterpun dapat membantu orangtua memberikan diagnosa, apakah keluhan anak merupakan pertanda dari adanya stress terhadap sekolah, ataukah karena penyakit lainnya yang perlu ditangani secara seksama.
4. Luangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak
Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut, cemas, atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak. Cara ini hanya akan membuat anak makin tertutup pada orangtua hingga masalahnya tidak bisa terbuka dan tuntas. Orangtua perlu menyatakan kesediaan untuk mendampingi dan membantu anak mengatasi kecemasannya terhadap sesuatu, termasuk jika masalah bersumber dari dalam rumah tangga sendiri. Orangtua perlu introspeksi diri dan kalau perlu merubah sikap demi memperbaiki keadaan dalam rumah tangga. Orangtua pun dapat mengajarkan cara-cara atau strategi yang bisa anak gunakan dalam menghadapi situasi yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk menghindari problem, karena anak-anak makin tergantung pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
6. Konsultasikan pada psikolog atau konselor jika masalah terjadi berlarut-larut
Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya. Apalagi, jika fobia sekolah ini sampai mengakibatkan anak ketinggalan pelajaran, prestasinya menurun dan hambatan penyesuaian diri yang serius, maka secepat mungkin persoalan ini segera dituntaskan. Psikolog/konselor akan membantu menemukan pokok persoalan yang mendasari ketakutan, kecemasan anak, sekaligus menemukan elemen lain yang tidak terpikirkan oleh keluarga, namun justru timbul dari dalam keluarga sendiri (misalnya takut dapat nilai jelek karena takut dimarahi oleh papanya). Untuk itulah konselor/psikolog umumnya menghendaki keterlibatan secara aktif dari pihak orangtua dalam menangani masalah yang dihadapi anaknya. Jadi, orangtua pun harus belajar mengenali siapa dirinya dan menilai bagaimana perannya sebagai orangtua melalui masalah-masalah yang timbul dalam diri anak.
Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut, cemas, atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak. Cara ini hanya akan membuat anak makin tertutup pada orangtua hingga masalahnya tidak bisa terbuka dan tuntas. Orangtua perlu menyatakan kesediaan untuk mendampingi dan membantu anak mengatasi kecemasannya terhadap sesuatu, termasuk jika masalah bersumber dari dalam rumah tangga sendiri. Orangtua perlu introspeksi diri dan kalau perlu merubah sikap demi memperbaiki keadaan dalam rumah tangga. Orangtua pun dapat mengajarkan cara-cara atau strategi yang bisa anak gunakan dalam menghadapi situasi yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk menghindari problem, karena anak-anak makin tergantung pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
6. Konsultasikan pada psikolog atau konselor jika masalah terjadi berlarut-larut
Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya. Apalagi, jika fobia sekolah ini sampai mengakibatkan anak ketinggalan pelajaran, prestasinya menurun dan hambatan penyesuaian diri yang serius, maka secepat mungkin persoalan ini segera dituntaskan. Psikolog/konselor akan membantu menemukan pokok persoalan yang mendasari ketakutan, kecemasan anak, sekaligus menemukan elemen lain yang tidak terpikirkan oleh keluarga, namun justru timbul dari dalam keluarga sendiri (misalnya takut dapat nilai jelek karena takut dimarahi oleh papanya). Untuk itulah konselor/psikolog umumnya menghendaki keterlibatan secara aktif dari pihak orangtua dalam menangani masalah yang dihadapi anaknya. Jadi, orangtua pun harus belajar mengenali siapa dirinya dan menilai bagaimana perannya sebagai orangtua melalui masalah-masalah yang timbul dalam diri anak.
Didalam layanan di SMP Negeri 2 Trimurjo
Lmpung Tengah, apabila salah seorang peserta didik mengalami fobia sekolah,
cara menanganinya:
1.
melakukan konseling individu
2.
memberikan penguatan kepada peserta
didik yang mengalami fobia
3.
menjalin kerjasama dengan guru kelas
4.
guru BK meluangkan waktu untuk diskusi
kepada peserta didik yang mengalami fobia sekolah.
5.
Sekiranya guru BK tidak mampu
menanganinya, maka akan di alih tangankan.
LAMPIRAN MATERI HASIL PRASURVEI
Faktor
penyebab fobia sekolah itu dapat disebabkan dari individu itu sendiri dan
juga dari faktor lingkungan seperti teman dan keluargannya, tetapi faktor dari lingkungn
yang sering terjadi meyebabkan anak menjadi fobia sekolah dan faktor itu dari
lingkungan teman sebayanya teman disekolahan nya yaitu karna di bully yang
menyebabkan anak itu menjadi takut untuk kesekolah atau fobia sekolah. Fobia
sekolah itu semakin lama menanganinya maka semakin lama pula terjadinya fobia
sekolah dan tanda-tanda anak fobia sekolah itu sering tidak masuk sekolah atau
sering meminta izin untuk pulang dengan alasan sakit.
Lembar kerja siswa
Nama :
Kelas :
1.
Apa pengertian dari fobia sekolah?
2.
Apa sajakan faktor penyebab siswa yang
mengalami fobia sekolah?
3.
Bagaimana cara mengatasi fobia sekolah
menurut anda?
Jawaban
Mcd
BalasHapusMCP's Online 상주 출장샵 Casino FAQ | Casino 포항 출장안마 FAQs | No 동두천 출장마사지 Limit 서산 출장안마 Casino FAQs 세종특별자치 출장마사지